
MetropostNews.com | Kabupaten Lebak Merupakan salah satu daerah di Banten yang memiliki banyak permukiman di dalam kawasan hutan baik di Taman Nasional, Hutan Produksi termasuk berada di dalam konsesi perusahaaan. Berdasarkan hasil identifikasi Sarekat hijau Indonesia, di Kabupaten Lebak sekurangnya terdapat 29 desa baik seluruh maupun sebagian permukimannya berada di dalam kawasan hutan, juga permukiman wilayah adat. Selain memiliki persoalan tersebut, di Kabupaten Lebak terdapat pula konflik agraria sebagaimana terjadi antara masyarakat desa di Kecamatan Cijaku dan Cigemblong dengan PT. Pertiwi Lestari.
Jalan pemecahan masalah agraria ungkap Mukri Friatna. selaku Kepala Departemen Organisasi dan Kaderisasi Pimpinan Pusat SHI yang juga mantan Kadep Advokasi WALHI Nasional,saat ditemui wartawan metropostNews.com pada hari Selasa 06/09/2022. Mengatakan bahwa sesungguhnya telah dimulai sejak tujuh tahun lalu dengan diterbitkannya Perpres No.2 tahun 2015 tentang RPJMN tahun 2015-2019. Salah satu yang dituangkan dalam RPJMN itu ialah ditetapkannya target pelakanaan kebijakan reformasi agraria seluas 9 juta hektar, dimana salah satu objek tanah yang akan direditribusikan seluas 4,1 juta hektar berasal dari kawasan hutan. Sayangnya ujar Mukri, kebijakan yang prorakyat itu kurang mendapat pengawalan dari pemerintah daerah. Program ini akan berakhir dengan berakhirnya pemerintahan Kabinet Gotong Royong jilid dua pada tahun 2024 sehingga kita masih memiliki waktu jika ingin mengaksesnya imbuh Mukri.
Saat ini terdapat dua desa yang sedang dipasilitasi oleh SHI untuk mengusulkan pelepasan permukiman dari dalam kawasan hutan, kedua desa itu adalah Desa Parakanlima Kecamatan Cirinten dan Desa Mekarjaya Kecamatan Cijaku. Adapun skema kepemilikan tanah yang nanti akan diusulkan kepada Kementerian LHK, keseluruhan warga dari kedua desa tersebut memilih kepemilikan komunal. Proses yang kami jalankan ini merupakan perujudan reforma agraria kata Mukri.
Sebelumnya kami sudah mulai memfasilitasi mayarakat di Kabupaten Lebak sejak tahun 2017 untuk mengakes program reforma agraria dan akes reforma dalam bentuk perhutanan sosial, dan alhamdulilah sudah banyak desa yang telah mendapatkan SK Menteri LHK untuk program perhutanan sosial.
Program reforma agraria ini sendiri adalah jawaban atas adanya ketidak adilan dan ketimpangan dalam struktur kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan tanah, termasuk untuk menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Proses yang kami jalankan ini tidak memungut dana satu rupiahpun dari masyarakat dan bukan pula agenda yang didukung oleh lembaga donor. Kami bekerja secara mandiri, namun tetap dibantu oleh Walhi dan AP2SI dalam hal peningkatan kapasitas pemetaan dan oleh Sawit Watch untuk pengolahan peta. Kami berharap pula bisa bersinergi khususnya dengan Pemda Lebak dan Pemda Banten pada umumnya untuk menjalankan agenda reforma agria secara bersama-sama pungkas Mukri. (Hasanudin)