METROPOST1.COM, LEBAK — Nama Baduy menjadi perbincangan warganet setelah adanya kasus penghinaan terhadap pakaian adat Baduy yang sedang dikenakan Joko Widodo pada sidang tahunan MPR/DPR 2021 pada Senin, 16 Agustus 2021.
Kehebohan ini dimulai setelah akun @pawleatariat mengomentari foto Jokowi yang sedang mengenakan pakaian adat Baduy lengkap dengan ikat kepala, tas selempang dan sandal khas masyarakatnya.
Ia menuliskan narasi merendahkan “Azzzzksksksk Jokowi make baju adat Baduy cocok banget, tinggal bawa madu dan jongkok di perempatan,” tulisnya.
Kendati cuitan tersebut sudah dihapus dan akun tersebut menulis cuitan permohonan maaf, namun beberapa tokoh di Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten mendesak agar pengunggah cuitan yang screenshootnya sudah menyebar luas itu diproses hukum.
Aktifis Pencinta Baduy, Uday Suhada menuntut agar Mohammad Barnie yang diduga pemilik akun @pawletariat untuk segera menyampaikan permohonan maaf secara langsung dan terbuka serta pernyataan tak akan lagi menghina warga Kanekes.
Dalam press releasenya yang dikirim ke awak media, Uday Suhada menegaskan apabila dalam 1 x 24 jam sejak dibuatnya pernyataan ini tidak diindahkan, maka Uday Suhaada dan kelompok pecinta Baduy akan menggalang berbagai elemen warga Banten untuk meminta pertanggungjawaban Mohammad Bernie secara langsung kepada masyarakat adat Baduy.
“Membaca tulisan saudara Mohammad Barnie, oknum wartawan salah satu media melalui akun Twitter-nya yang diunggah Senin 16 Agustus jam 08:40, adalah bentuk penghinaan terhadap masyarakat adat Kanekes (Baduy). Kalimatnya sangat merendahkan. Tak pantas seorang jurnalis membuat statement yang menyakiti hati Urang Kanekes. Cuitan itu terbilang rasis dan su’ul adab, yang sangat tidak pantas diungkapkan oleh seorang insan pers,” kata Uday Suhada dalam rilisnya, Selasa (17/8/2021).
Karena itu, dia selaku pecinta Baduy yang mengaku intens berkomunikasi dengan para tokoh adatnya sejak 1994, menyatakan keberatan atas pernyataan Mohammad Bernie dalam twitternya yang menghina urang Kanekes. Saya merasa tersinggung atas statement-nya yang melukai nilai-nilai kemanusiaannya.
Salah satu tokoh masyarakat Kabupaten Lebak, Unro Aljuhri meminta aparat kepolisian memeriksa pemilik akun twitter @pawletariat yang dianggap mengeluarkan kata-kata yang menghina budaya lokal.
“Terkait dengan adanya Twitter yang beredar saya selaku masyarakat Lebak meminta kepada aparat kepolisian untuk mengusut tuntas karena itu termasuk penghinaan terhadap budaya lokal bahkan penghinaan kepada Presiden, ” kata Unro Aljuhri, tokoh masyarakat Kabupaten Lebak, Selasa (17/8/2021)
Sebagai masyarakat Lebak, Unro mengaku tak terima jika warga Baduy diidentikan sebagai penjual madu yang jongkok di perempatan jalan.
Dirinya juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Presiden Joko Widodo yang sudah mengenakan baju adat Baduy saat pidato kenegaraan.
“Ini suatu kehormatan bagi masyarakat Baduy, Lebak dan Banten pada umumnya ini sebagai bukti bahwa budaya Baduy mendapatkan tempat spesial di level nasional dan internasional,” imbuhnya.
Senada dengan Unro, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Lebak, Jafar Toha juga mengaku geram dengan beredarnya cuitan yang menurutnya tidak hanya menghina presiden, namun juga menghina budaya Baduy.
Ketua KNPI Lebak meminta aparat penegak hukum segera melakukan proses hukum kepada pemilik akun twitter @pawletariat.
Kata Jafar, walau pun sudah dihapus, cuitan itu sudah dibaca oleh warganet, maka proses hukum harus dilakukan.
“Kami tak terima saudara-saudara kita, warga Baduy yang ada di Kabupaten Lebak direndahkan,” tegas Jafar.
Setelah diselidiki oleh warganet, kabarnya akun @pawleatariat mempunyai nama asli Bernie Mohammad alias Dio. Ia merupakan seorang pekerja di salah satu media berita di Indonesia.
Sebelum akun Twitternya dihapus ia sempat menuliskan permintan maafnya karena telah berlaku demikian.
” terkait dengan tweet gue soal Baduy, Saya cuma mau bilang gini: saya sama sekali nggak ada niat untuk menghina suku Baduy. Saya tahu Baduy memiliki nilai dan kearifan yang sangat luhur” ungkapnya.
“Tapi memang benar saya memiliki keprihatinan terhadap suku Baduy yang harus berjalan kaki ratusan kilometer kemudian menggelandang di Jakarta demi jualan madu hutan Rp100.000 per botol. Dengan demikian saya meminta maaf atas cuitan saya, khususnya kepada warga Baduy. Saya mengakui kesalahan dan akan belajar lebih bijak dalam mengeluarkan pendapat soal masyarakat adat nusantara,” tulisnya. (Suryadi Banten)