Metropostnews.com | Tangerang – Upaya wartawan untuk medapatkan klarifikasi dari Bandan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tangerang, kembali menemui jalan buntu. Pejabat yang disebut ada dikantor itu justru tak kunjung bisa ditemui.
Di tengah sorotan publik terkait pengembalian uang negara senilai Rp 6,9 miliar oleh RSUD Balaraja ke kas daerah seharusnya bisa terang benderang dengan memberikan sikap tranparansi BPKAD selaku pengelola keuangan daerah kepada publik.
Beberapa kali didatangi ke kantornya, Ataullah selaku Sekretaris BPKAD yang disebut-sebut berada di ruangan, namun tak dapat ditemui. Menurut staf di bagian front office, Sekban ada di tempat. Namun, keterangan berbeda justru muncul dari staf lain yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan sedang keluar kantor.
“Bapak lagi keluar, mungkin mas bisa hubungi dulu”. Ucap staf yang ada di front office
Kondisi itu menimbulkan tanda tanya. Sebab, wartawan hanya bermaksud meminta penjelasan terkait setoran pengembalian uang negara senilai Rp 6.981.938.174 yang saat ini sedang dilakukan oleh RSUD Balaraja ke kas daerah Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan informasi yang beredar, pengembalian tersebut berasal dari kelebihan pembayaran Tambahan Penghasilan Berbasis Kinerja (TPBK) yang dibayarkan penuh kepada pegawai RSUD Balaraja pada masa pandemi Covid-19.
Sekitar 300 pegawai RSUD Balaraja kini diketahui tengah mengembalikan dana tersebut dengan cara dicicil selama enam bulan, melalui sistem pemotongan langsung.
Padahal, berdasarkan aturan yang berlaku, TPBK semestinya hanya dibayarkan sebesar 75%, yakni senilai Rp 20.945.794.274, bukan 100% seperti yang terjadi, dengan total pembayaran mencapai Rp 27.927.725.699.
Kelebihan pembayaran tersebut jelas bertentangan dengan Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Tangerang Nomor 110 Tahun 2020 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil dan Tambahan Penghasilan Berbasis Kinerja di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Namun hingga kini, pihak BPKAD Kabupaten Tangerang belum memberikan keterangan resmi terkait dasar perhitungan, mekanisme pengembalian, maupun tanggung jawab atas terjadinya kelebihan pembayaran tersebut.
Sikap tertutup pejabat publik justru menambah spekulasi di tengah masyarakat yang berharap adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, terutama menyangkut uang negara yang digunakan untuk belanja pegawai di masa pandemi.
(Rediana)

