METROPOST1.COM, Banyuwangi – Sidang perdana perkara nomor: 151/Pdt.G/2021/PN Byw tentang gugatan Citizen Law Suit terhadap Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani terkait penandatanganan Berita Acara Kesepakatan tentang batas wilayah Kabupaten Banyuwangi dengan Kabupaten Bondowoso, akhirnya digelar di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Kamis (12-08-2021).
Masing-masing pihak, baik penggugat Mohammad Amrullah dan Edi Santoso, Tergugat Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, maupun turut tergugat, Bupati Bondowoso, KH Salwa Arifin dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa diwakili oleh kuasa hukumnya masing-masing.
Dalam sidang perdana tersebut, tampak Tergugat Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani diwakili kuasa hukum dari Kejaksaan Negeri Banyuwangi, begitu halnya Bupati Bondowoso, KH Salwa Arifin diwakili kuasa hukum dari Kejaksaan Negeri Bondowoso sebagai pengacara negara.
Sedangkan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa diwakili kuasa hukumnya dari Biro Hukum Provinsi Jawa Timur.
Namun sesuai hasil pemeriksaan administrasi, Akhirnya sidang ditunda pada Senin, 23 Agustus 2021.
Menurut Koordinator Kaukus Advokat Muda Indonesia (KAMI), Dudy Sucahyo menyatakan, pihaknya selaku kuasa hukumnya penggugat akan melengkapi administrasi sesuai perintahnya ketua majelis hakim.
Selebihnya akan berkonsentrasi pada esensi materi gugatan Citizen Law Suit terhadap Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani.
“Meskipun baru memasuki sidang perdana, namun kami sudah mempersiapkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang memperkuat materi gugatan Citizen Law Suit terhadap Bupati Banyuwangi (Ipuk Fiestiandani, red.)” ungkapnya.
Disebutkannya ini karena kebijakan Bupati Ipuk yang menandatangani Berita Acara Kesepakatan tentang penarikan batas wilayah Banyuwangi dengan Bondowoso subsegmen Kawah Ijen merupakan Abuse Of Power (Penyalahgunaan wewenang dan jabatan, red.).
“Apalagi kebijakan tersebut dibuat saat baru 4 bulan menjabat sebagai Bupati Banyuwangi, bahkan tanpa meminta pertimbangan dan persetujuan DPRD Banyuwangi melalui sidang paripurna,” ungkap Dudy seusai mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Banyuwangi.
Sedangkan anggota Tim Kaukus Advokat Muda Indonesia, Denny Sun’anudin memaparkan, ada beberapa alasan krusial yang melatarbelakangi adanya gugatan Citizen Law Suit terhadap Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani tersebut.
Di antaranya adalah, Bupati Ipuk telah membuat kebijakan strategis yang berdampak negatif cukup luas berupa penyerahan 1/3 kawasan gunung Ijen.
Padahal dari jaman ke jaman bahkan dikuatkan oleh 5 peta pada jaman Belanda, keseluruhan kawasan gunung Ijen masuk wilayah Banyuwangi.
Dampak luasnya cukup jelas, yaitu adanya berbagai elemen masyarakat memprotes keras adanya kebijakan Bupati Ipuk yang menyerahkan 1/3 kawasan gunung Ijen ke Bondowoso.
“Oleh karenanya kami (Kaukus Advokat Muda Indonesia, red.) akan terus memperjuangkan semampunya melalui jalur hukum ini, agar keutuhan kawasan gunung Ijen kembali ke pangkuan Banyuwangi,” ujar Denny seraya berargumentasi.
Adapun alasan krusial lainnya, lanjut Denny, kebijakan Bupati Ipuk melepaskan 1/3 kawasan gunung Ijen tersebut bentuk perampasan atas hak-hak rasa kebanggaan masyarakat Banyuwangi terhadap ikon Ijen.
Mengingat wujud kebanggaan terhadap ikon Ijen bahwa antara Ijen dengan Banyuwangi, merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Banyuwangi tanpa Ijen akan kehilangan makna luhur, begitu juga Banyuwangi tanpa Ijen maka akan kehilangan rohnya.
“Menurut cerita para orang tua, saat Banyuwangi dipimpin Bupati (Alm) Djoko Sufaat Slamet sekitar tahun 1966 hingga 1978, pernah terjadi perebutan gunung Ijen antara masyarakat Banyuwangi dengan Bondowoso. Heroiknya, Pak Djoko Sufaat saat itu mati-matian mempertahankan kawasan Ijen hingga mengerahkan para Hansip,” ungkapnya.
Meski akhirnya terjadi gencatan senjata. Ini gambaran masa lalu tentang betapa pentingnya kawasan gunung Ijen bagi Banyuwangi. “Kan aneh, Bupati Ipuk yang baru 4 bulan menjabat Bupati Banyuwangi, melepaskan begitu saja 1/3 kawasan gunung Ijen ke Bondowoso,” tandas pria yang intens bergerak di bidang perfilman berbasis kearifan lokal Banyuwangi itu seraya menyesalkan. (Ags)