Metropostnews.com/Beirut — Warga Palestina di Gaza utara menggambarkan Israel melancarkan pengeboman besar-besaran pada Sabtu (12/10) beberapa jam setelah serangan udara yag menewaskan sedikitnya 22 orang. Pengeboman terjadi ketika Israel terus memberi tahu orang-orang di sana dan di Lebanon selatan untuk menghindari serangan pasukan Israel terhadap kelompok militan Hamas dan Hizbullah.
Di Lebanon, pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan markas besarnya di Naqoura kembali diserang. Dalam serangan pada Jumat (11/10) malam, seorang penjaga perdamaian terkena tembakan tetapi kondisi stabil, tidak jelas siapa yang menembak.
Penembakan itu terjadi sehari setelah militer Israel menembaki markas besar tersebut untuk hari kedua berturut-turut. Israel, yang telah memperingatkan pasukan penjaga perdamaian untuk meninggalkan posisi mereka, tidak segera menanggapi pertanyaan tersebut.
Peringatan akan bahaya kelaparan kembali muncul ketika warga di Gaza utara mengatakan mereka belum menerima bantuan sejak awal bulan. Program Pangan Dunia PBB mengatakan tidak ada bantuan pangan yang masuk ke wilayah utara sejak 1 Oktober. Diperkirakan 400.000 orang masih berada di sana.
Militer Israel memperbarui serangannya di Gaza utara hampir seminggu yang lalu sambil meningkatkan serangan dari udara dan darat melawan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon. Kantor Berita Nasional Lebanon mengatakan serangan udara Israel menghantam sebuah gedung apartemen di daerah pesisir Zarout di tepi Barja selatan Beirut. Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, empat orang tewas.
Kementerian mengatakan serangan udara di desa Maisra di timur laut Beirut menewaskan lima orang.
Total korban jiwa di Lebanon selama konflik antara Israel dan Hizbullah selama setahun terakhir kini mencapai 2.255 orang, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Hizbullah terus menyerang Israel.
“Kami akan terus mendukung rakyat Lebanon selama masa sulit ini dan juga bersama rakyat Palestina,” kata ketua parlemen Iran, Mohammad Bagher Qalibaf, pada Sabtu (12/10) ketika mengunjungi lokasi serangan udara Israel di Beirut.
Di Gaza utara, sejumlah penduduk mengatakan kepada The Associated Press bahwa banyak orang-orang yang terjebak di rumah dan tempat penampungan mereka dengan persediaan yang semakin menipis. Tak hanya itu, mereka juga melihat mayat-mayat tidak dikumpulkan di jalan-jalan ketika pengeboman tersebut menghambat upaya tanggap darurat.
Orang-orang yang bergegas ke lokasi serangan udara mematikan terbaru di kamp pengungsi perkotaan Jabaliya menemukan lubang sedalam 20 meter di mana sebuah rumah sebelumnya berdiri.
Setidaknya 20 jenazah ditemukan pada Sabtu (12/10) pagi, sementara yang lain kemungkinan besar terjebak di bawah reruntuhan, kata pejabat layanan darurat. Di tempat lain di Jabaliya, serangan terhadap sebuah rumah menewaskan dua laki-laki bersaudara dan melukai seorang perempuan serta bayi yang baru lahir, kata para pejabat.
Program Pangan Dunia (World Food Program/WFP) mengatakan tidak jelas berapa lama pasokan makanan terbatas yang didistribusikan di Gaza utara akan bertahan.
Penyelidik independen PBB mengenai hak atas pangan bulan lalu menuduh Israel melakukan “kampanye melaparkan” warga Palestina, tetapi hal ini dibantah oleh Israel.
Serangan Israel di Gaza dimulai setelah serangan teror Hamas pada 7 Oktober, ketika militan menyerbu Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 lainnya. Hamas telah dinyatakan sebagai kelompok teror oleh Amerika Serikat (AS).
Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 42.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan setempat, yang tidak menyebutkan secara spesifik antara kombatan dan warga sipil. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan rumah sakit telah menerima 49 jenazah orang yang tewas dalam 24 jam terakhir. (MP)
(Berita sudah tayang di VOA Indonesia, Metropost News adalah media Afiliasi VOA Indonesia)